Teori Konvergensi dalam psikologi
MATA KULIAH : PSIKOLOGI UMUM I
DISUSUN
OLEH:
1. SARNI
2. AINUN PURINI
BEKASI,
19 OKTOBER 2013
Pendahuluan
Latar Belakang
Aliran
konvergensi lahir dikarenakan adanya perbedaan pendapat tentang dua faktor yang
mempengaruhi perkembangan akhlak anak, yaitu faktor hereditas (keturunan) dan
Milliu (lingkungan). Para ahli didik, ahli biologi, ahli psikologi dan
lain-lainya, memikirkan dan berusaha mencari jawaban atas pertanyaan:
perkembangan manusia itu bergantung kepada pembawaan ataukah lingkungan? Atau
dengan kata lain dalam perkembangan anak muda hingga menjadi dewasa dibawa dari
keturunan (pembawaan) ataukah pengaruh-pengaruh lingkungan
Pengertian Teori Konvergensi menurut Para Ahli
William Louis Stern (1871-1938)
Aliran
konvergensi berasal dari kata konvergen, artinya bersifat menuju satu titik
pertemuan. Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu itu baik dasar
(bakat, keturunan) maupun lingkungan, kedua-duanya memainkan peranan penting.
Bakat sebagai kemungkinan atau disposisi telah ada pada masing-masing individu,
yang kemudian karena pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan untuk
perkembangannya, maka kemungkinan itu lalu menjadi kenyataan. Akan tetapi bakat
saka tanpa pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan
tersebut, tidak cukup, misalnya tiap anak manusia yang normal mempunyai bakal
untuk berdiri di atas kedua kakinya, akan tetapi bakat sebagai kemungkinan ini
tidak akan menjadi menjadi kenyataan, jika anak tersebut tidak hidup dalam
lingkungan masyarakat manusia.
Perintis
aliran konvergensi adalah William Stern (1871-1939), seorang ahli pendidikan
bangsa Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia
disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Bakat yang dibawa anak sejak
kelahirannya tidak berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang
sesuai untuk perkembangan bakat itu. Jadi seorang anak yang memiliki otak yang
cerdas, namun tidak didukung oleh pendidik yang mengarahkannya, maka
kecerdasakan anak tersebut tidak berkembang. Ini berarti bahwa dalam proses
belajar peserta didik tetap memerlukan bantuan seorang pendidik untuk
mendapatkan keberhasilan dalam pembelajaran.
Ketika aliran-aliran pendidikan, yakni nativisme, empirisme dan
konvergensi, dikaitkan dengan teori belajar mengajar kelihatan bahwa kedua
aliran yang telah disebutkan (nativisme-empirisme) mempunyai kelemahan.
Adapun kelemahan yang dimaksudkan adalah sifatnya yang ekslusif dengan cirinya
ekstrim berat sebelah. Sedangkan aliran yang terakhir (konvergensi) pada
umumunya diterima seara luas sebagai pandangan yang tepat dalam memahami
tumbuh-kembang seorang peserta didik dalam kegiatan belajarnya. Meskipun
demikian, terdapat variasi pendapat tentang faktor-faktor mana yang paling
penting dalam menentukan tumbuh-kembang itu
Aliran-aliran yang Mempengaruhi Aliran Konvergensi
A. Aliran Nativisme
Aliran nativisme
berasal dari kata natus (lahir); nativis (pembawaan) yang
ajarannya memandang manusia (anak manusia) sejak lahir telah membawa sesuatu
kekuatan yang disebut potensi (dasar). Aliran nativisme ini, bertolak dari leibnitzian
tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor
lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap
perkembangan anak dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain bahwa aliran
nativisme berpandangan segala sesuatunya ditentukan oleh faktor-faktor yang
dibawa sejak lahir, jadi perkembangan individu itu semata-mata dimungkinkan dan
ditentukan oleh dasar turunan, misalnya ; kalau ayahnya pintar, maka kemungkinan
besar anaknya juga pintar.
Para penganut aliran
nativisme berpandangan bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik dan
pembawaan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh
pembawaan yang sudah dibawa sejak lahir. Berdasarkan
pandangan ini, maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak didik itu
sendiri. Ditekankan bahwa “yang jahat akan menjadi jahat, dan yang baik menjadi
baik”. Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak didik
tidak akan berguna untuk perkembangan anak sendiri dalam proses belajarnya.
Bagi
nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak akan
berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Penganut pandangan ini menyatakan
bahwa jika anak memiliki pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat,
sebaliknya apabila mempunyai pembawaan baik, maka dia menjadi orang yang baik.
Pembawaan buruk dan pembawaan baik ini tidak dapat dirubah dari kekuatan luar.
Tokoh utama (pelopor) aliran nativisme
adalah Arthur Schopenhaur (Jerman 1788-1860). Tokoh lain seperti J.J. Rousseau
seorang ahli filsafat dan pendidikan dari Perancis. Kedua tokoh ini berpendapat
betapa pentingnya inti privasi atau jati diri manusia. Meskipun dalam keadaan
sehari-hari, sering ditemukan anak mirip orang tuanya (secara fisik) dan anak
juga mewarisi bakat-bakat yang ada pada orang tuanya. Tetapi pembawaan itu
bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan. Masih
banyak faktor yang dapat memengaruhi pembentukan dan perkembangan anak dalam menuju
kedewasaan.
B. Aliran Empirisme
Aliran
empirisme, bertentangan dengan paham aliran nativisme. Empirisme (empiri
= pengalaman), tidak mengakui adanya pembawaan atau potensi yang dibawa lahir
manusia. Dengan kata lain bahwa manusia itu lahir dalam keadaan suci, tidak
membawa apa-apa. Karena itu, aliran ini berpandangan bahwa hasil belajar
peserta didik besar pengaruhnya pada faktor lingkungan.
Dalam
teori belajar mengajar, maka aliran empirisme bertolak dari Lockean
Tradition yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan peserta
didik. Pengalaman belajar yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari
didapat dari dunia sekitarnya berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal
dari alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program
pendidikan.
Tokoh
perintis aliran empirisme adalah seorang filosof Inggris bernama John Locke
(1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak lahir di dunia
bagaikan kertas putih yang bersih. Pengalaman empirik yang diperoleh dari lingkungan
akan berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak. Dengan demikian,
dipahami bahwa aliran empirisme ini, seorang pendidik memegang peranan penting
terhadap keberhasilan peserta didiknya.
Menurut Redja Mudyahardjo bahwa aliran
nativisme ini berpandangan behavioral, karena menjadikan perilaku manusia yang
tampak keluar sebagai sasaran kajiannya, dengan tetap menekankan bahwa perilaku
itu terutama sebagai hasil belajar semata-mata. Dengan demikian dapat dipahami
bahwa keberhasilan belajar peserta didik menurut aliran empirisme ini, adalah
lingkungan sekitarnya. Keberhasilan ini disebabkan oleh adanya kemampuan dari
pihak pendidik dalam mengajar mereka
Karya-karya lain Tokoh Filsafat Konvergensi
(William Louis Stern )
A. IQ (Intelligence Quotient)
Dasar teori dari konsep IQ adalah
adanya perbedaan pada tiap-tiap orang dalam hal tingkat kecerdasannya. IQ sampai sekarang masih sangat banyak
dipakai, baik dalam dunia psikologi, pendidikan maupun masyarakat umum. Stern
merumuskan IQ sebagai perbandingan
umur mental (mental age) seseorang terhadap umur kalendernya (callender age atau chronologycal age). Hasil perbandingan itu dikalikan 100 untuk
menghilangkan angka-angka di belakang koma. Dengan demikian maka rumus IQ
adalah:
IQ = MA/CA x 100
di mana MA = Mental age
(usia mental)
CA =
Calender/Chronological Age (usia sesungguhnya)
(Rumusan ini sselanjutnya
dianut oleh L.M. Terman)
Seorang yang bertaraf
kecerdasan rata-rata atau normal, mempunyai usia mental yang sama atau
mendekati usia kalender. Jadi seorang yang berusai mental 10 (sepuluh) tahun,
sedangkan usia kalendernya juga 10, maka IQ-nya adalah : 10/10 x 100 = 100.
Kalau usia mental orang
itu adalah 12 tahun sedangkan umur kalendernya masih 10 tahun, maka IQ-nya 120.
Sebaliknya, kalau usia mentalnya baru setaraf dengan anak umur 8 tahun,
sedangkan umur kalendernya sudah 10 tahun, maka orang itu mempunyai IQ 80, yang
berarti bahwa taraf kecerdasannya tidak setinggi anak normal. Adapun usia
mental seseorang dapat dilihat melalui perbuatan-perbuatan anak itu sehari-hai
taupun dari prestasi sekolahnya, tetapi bisa juga dengan menggunakan alat tes
khusus. Tetapi teknik pengukuran IQ secara ini hanya dapat dilakukan sampai
batas umur tertentu, karena usia mental seseorang tidak berkembang atau bertambah
untuk selamanya, mmelainkan akan terhenti sampai batas usia tertentu (antara
15-20 tahun).
Untuk mengukur IQ orang
yang berusia di atas 20 tahun, maka perlu digunakan tes khusus yang bisa
langsung mengukur IQ tanpa harus membagi atau menghitung perbandingan. Arti IQ
tetap sama yaitu di atas 100 adalah lebih pandai dari rata-rata, sekitar 100
adalah rata-rata normal, sedangkan kurang dari 100 disebut di bawah normal.
B. PSIKOLOGI PERKEMBANGAN
Psikologi perkembangan adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku individu dalam perkembangannya
dan latar belakang yang mempengaruhinya. Dalam ruang lingkup psikologi,
ilmu ini termasuk psikologi khusus, karena psikologi perkembangan mempelajari kekhususan dari pada tingkah laku individu.
1) Untuk mengetahui tingkah laku individu itu sesuai atau
tidak dengan tingkat usia/ perkembangannya.
2) Untuk mengetahui tingkat pemampuan individu pada setiap
fase perkembangannya
3) Untuk mengetahui kapan individu bisa diberi stimulus pada
tingkat perkembangan tertentu.
4) Agar dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi
perubahan-perubahan yang akan dihadapi anak.
5) Khusus bagi guru, agar dapat memilih dan memberikan
materi dan metode yang sesuai dengan kebutuhan anak
Menurut beberapa para ahli, ada
beberapa fase atau periodisasi psikologi perkembangan individu, yaitu:
1. Periodisasi yang berdasar biologis.
Periodisasi atau pembagian masa-masa perkembangan ini
didasarkan kepada keadaan atau proses biologis tertentu. Pembagian Aristoteles
didasarkan atas gejala pertumbuhan jasmani yaitu antara fase satu dan fase
kedua dibatasi oleh pergantian gigi, antara fase kedua dengan fase ketiga
ditandai dengan mulai bekerjanya kelenjar kelengkapan kelamin. Fase-fase
tersebut yaitu a) Fase anak kecil : 0 – t th, b) Fase anak sekolah: 7 – 14 th
yaitu masa mulai bekerjanya kelenjar kelengkapan kelamin, dan c) Fase remaja :
14 – 21 th
2. Periodisasi yang berdasar
psikologis
Tokoh utama yang mendasarkan periodisasi ini kepada
keadaan psikologis adalah Oswald
Kroch. Beliau menjadikan masa-masa kegoncangan sebagai dasar pembagian
masa-masa psikologi perkembangan, karena beliau yakin bahwa masa kegoncangan
inilah yang merupakan keadaan psikologis yang khas dan dialami oleh setiap anak dalam masa perkembangannya. Fase-fase
tersebut yaitu: a) Dari lahir sampai masa “trotz”( kegoncangan) pertama:
kanak-kanak awal. b) Trotz pertama sampai trotz kedua : masa keserasia
bersekolah. c) Trotz kedua sampai akhir remaja: masa kematangan
3. Periodisasi yang berdasar
didaktis.
Pembagian masa-masa perkembangan sekarang ini seperti
yang dikemukakan oleh Harvey A. Tilker, PhD dalam “Developmental Psycology to
day”(1975) dan Elizabeth B. Hurlock dalam “Developmental Psycology”(1980)
tampak sudah lengkap mencakup sepanjang hidup manusia sesuai dengan hakikat
perkembangan manusia yang berlangsung sejak konsepsi sampai mati dengan
pembagian periodisasinya.
Berikut periodisasi berdasarkan didaktis menurut
Elizabeth B. Hurlock :
a)
Masa sebelum lahir (pranatal): 9 bulan
b)
Masa bayi baru lahir (new born): 0-2 minggu
c)
Masa bayi (babyhood): 2 minggu- 2 th
d)
Masa kanak-kanak awal (early childhood):2-6 th
e)
Masa kanak-kanak akhir (later chilhood): 6-12 th
f)
Masa puber (puberty) 11/12 – 15/16 th
g)
Masa remaja ( adolesence) : 15/16 – 21 th
h)
Masa dewasa awal (early adulthood) : 21-40 th
i)
Masa dewasa madya (middle adulthood): 40-60 th
j)
Masa usia lanjut (later adulthood) : 60-…..
C. PSIKOLOGI INDUSTRI DAN ORGANISASI
Pengertian Psikologi Industri dan Organisasi
Psikologi industri dan
organisasi merupakan hasil perkembangan psikologi umum, psikologi eksperimen
dan psikologi khusus di mana penerapannya secara luas di bidang industri
berlangsung sekitar tahun 1930-an. Sampai Perang Dunia ke-2 psikologi industri
(belum ada tambahan organisasi) kegiatan utamanya menerapkan metode, fakta dan
prinsip-prinsip psikologi pada manusia sebagai tenaga kerja. Baru sejak perang
dunia ke-2 psikologi industri dan organisasi menjadi ilmu mandiri dengan
kegiatannya.
1) Melaksanakan penelitian
ilmiah dalam kaitannya dengan peran atau perilaku manusia dalam organisasi dan
organisasi itu sendiri;
2) Mengembangkan teori-teori
dan menguji kebenarannya;
3) Menerapkan penemuan-penemuan
baru.
Dengan kegiatan-kegiatan
tersebut, psikologi industri dan organisasi merupakan keseluruhan pengetahuan yang
berisi fakta, aturan, dan prinsip-prinsip tentang perilaku manusia di bidang
pekerjaan.
Sehubungan dengan
kegiatan-kegiatan tersebut maka psikologi industri dan organisasi perlu
diupayakan penggunaannya untuk kepentingan dan kemanfaatan semua pihak yang
terkait dan harus diupayakan agar dalam penerapannya tidak terjadi penafsiran
yang keliru.
Psikologi industri dan organisasi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam perannya sebagai tenaga kerja dan konsumen baik secara perorangan maupun secara kelompok.
Psikologi industri dan organisasi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam perannya sebagai tenaga kerja dan konsumen baik secara perorangan maupun secara kelompok.
Yang dimaksud dengan
perilaku adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh manusia, baik yang dapat
diamati secara langsung (perilaku terbuka) seperti berjalan, berbicara, dan
lain-lain maupun yang tidak dapat diamati secara langsung (perilaku tertutup)
seperti berpikir, motivasi, dan lain-lain.
Di Indonesia sendiri,
psikologi industri dan organisasi perkembangannya masih terbatas pada kegiatan,
terutama yang menerapkan temuan-temuan dari psikologi pada umumnya, psikologi
industri dan organisasi pada khususnya, dan dalam industri dan organisasi.
Sebagaimana dikemukakan dalam psikologi industri dan organisasi perilaku manusia dipelajari dalam perannya sebagai tenaga kerja dan sebagai konsumen.
Sebagai tenaga kerja, perilaku dipelajari di dalam lingkungan kerja, di dalam melaksanakan tugas pekerjaannya, saling pengaruh dalam hubungan tersebut, sejauhmana tenaga kerja sesuai dengan pekerjaannya.
Sebagaimana dikemukakan dalam psikologi industri dan organisasi perilaku manusia dipelajari dalam perannya sebagai tenaga kerja dan sebagai konsumen.
Sebagai tenaga kerja, perilaku dipelajari di dalam lingkungan kerja, di dalam melaksanakan tugas pekerjaannya, saling pengaruh dalam hubungan tersebut, sejauhmana tenaga kerja sesuai dengan pekerjaannya.
Sebagai tenaga kerja manusia
menjadi anggota organisasi industrinya, sebaliknya sebagai konsumen manusia menjadi
pemakai (user) dari produk jasa dari organisasi industri.
Selain daripada itu manusia dipelajari secara perorangan dan kelompok. Dalam hubungan unit-unit organisasi, struktur, pola dan jenis organisasi dipelajari bagaimana dampaknya terhadap perilaku seorang tenaga kerja, dan sebaliknya.
Selain daripada itu manusia dipelajari secara perorangan dan kelompok. Dalam hubungan unit-unit organisasi, struktur, pola dan jenis organisasi dipelajari bagaimana dampaknya terhadap perilaku seorang tenaga kerja, dan sebaliknya.
Dari temuan-temuan yang ada maka didapat data-data antara
lain:
1) Adanya teori-teori,
aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang dapat diterapkan kembali ke dalam
kegiatan-kegiatan industri dan organisasi untuk kepentingan tenaga kerja,
konsumen dan organisasinya.
2) Terkumpul data bahwa tidak
setiap manajer berhasil dalam pelaksanaan tugas pekerjaannya.
3) Beda utama antara manajer
yang berhasil dengan manajer yang kurang berhasil terletak pada kecepatan dan
ketepatan memecahkan masalah dan mengambil keputusan.
Temuan-temuan yang
didapat ini dapat digunakan untuk mengembangkan tes-tes, latihan-latihan bagi
calon-calon manajer dan seleksi para calon manajer.
Wawasan Psikologi Industri dan Organisasi
Dengan berkembangnya
psikologi menjadi ilmu yang mandiri di mana wawasannya semakin luas, maka
kegiatannya tidak hanya menerapkan metode, fakta dan prinsip-prinsip dari
psikologi pada manusia sebagai tenaga kerja, melainkan melaksanakan juga
penelitian dalam upaya menjawab pertanyaan dasar tentang manusia dalam
organisasi serta organisasi itu sendiri. Dengan meluasnya wawasan tersebut maka
namanya menjadi Psikologi Industri dan orgnaisasi. Yang dimaksud dengan
organisasi adalah: organisasi formal yang tujuannya utamanya:
§
mencari keuntungan dari hasil produksi dan jasa;
§
bukan mencari keuntungan, misalnya lembaga pendidikan, rumah sakit dan
sebagainya.
D. PSIKOLOGI DIFERENSIAL
Berdasarkan temuan-temuan
psikologi eksperimen, berkembang pula psikologi diferensial atau disebut juga
psikologi khusus, dengan tokohnya William Stern, yang menerbitkan bukunya “Die
Differentielle Psichologie” yang mengulas secara sistematik bidang-bidang dan
metode dari psikologi khusus.
Kemudian dari psikologi
diferensial ini, berkembanglah psychotechniek yang kemudian terkenal dengan
psikometri, yang mempelajari dan mengukur gejala-gejala psikis yang khas dari
seseorang, yaitu keunikan atau perbedaan antar manusia.
Alat-alat ukur yang
digunakan untuk keperluan tersebut, kemudian dikenal dengan tes psikologi. Tes
psikologi pertama dikembangkan di Perancis oleh Binet dan Simon. Tes ini
kemudian di adaptasi dan dikembangkan di negara-negara lain Di Amerika Serikat
dikenal sebagai Terman-Merrill Intelligence Test. Selain itu dikenal pula Army
Alpha Tes yang digunakan khusus dalam seleksi tentara dan Army Beta Tes, khusus
untuk mereka yang buta aksara.
Selanjutnya
tes psikologi berkembang dengan tes-tes inteligensi, tes kemampuan, tes
kepribadian dan minat yang bisa digunakan dalam seleksi, bimbingan, penyuluhan
dan rehabilitasi. Selain itu juga digunakan untuk keperluan rotasi,
pengembangan karier serta meningkatkan motivasi kerja.
Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
- Teori Konvergensi adalah bahwa perkembangan individu itu baik dasar (bakat, keturunan) maupun
lingkungan, kedua-duanya memainkan peranan penting. Bakat sebagai
kemungkinan atau disposisi telah ada pada masing-masing individu, yang
kemudian karena pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan untuk
perkembangannya, maka kemungkinan itu lalu menjadi kenyataan..
- Dengan adanya teori konvergensi
maka bermunculan psikologi-psikologi lain seperti psikologi perkembangan,
psikologi kejuruan dan perusahaan yang saat ini juga di kenal sebagai
psikologi industri dan organisasi
- Teori konvergensi juga
melahirkan konsep IQ (Intellegence Quotient) yang sampai sekarang masih
dipakai.
B. Saran
Penyusunan
makalah ini sesungguhnya masih memiliki banyak kekurangan dalam hal materi
pembahasannya. Oleh sebab itu kami mengharapkan kepada para pembaca untuk dapat
memberikan kritik dan saran kepada kami tentang penyusun.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sarlito W. Sarwono. (2008). Pengantar
Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Pers.
2. Sarlito W. Sarwono (2013). Berkenalan
dengan Aliran-Aliran dan tokokh-tokoh Psikologi. Jakarta: PP. Bulan Bintang.
3. Daradjat, Zakiah, et
all. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Akrasa kerjasama dengan
Depag
4. Feisal, Jusuf Amir.
1995. Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta: Gema Insani Press
Mudyahardjo.
Mudyahardjo.
5. Redja. 2002. Pengantar
Pendidikan; Sebuah Studi Awal tentang Dasar-dasar Pendidikan pada Umumnya dan
Pendidikan di Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
6. Suryabrata, Sumadi.
1984. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Rake Press
Tirharahardja.
Tirharahardja.
7. Umar dan La Sula.
1996. Pengantar
Pendidikan.
Jakarta: Rineka Cipta
Best Casinos in Vegas 2021 - MapYRO
BalasHapus1 Casino in the UK · 2 Casino in 익산 출장안마 the UK · 3 Casino in 세종특별자치 출장샵 the Netherlands · 영천 출장안마 4 Casino in Italy · 안동 출장안마 5 Casino in the USA · 6 Casino in Spain 광명 출장샵